marquee

PIN 7F8E7C2A imamkp.blogspot.com

Pandangan Agama Terhadap Euthanasia

Pandangan agama terhadap EUTHANASIA
 “Dalam rangka memenuhi tugas program mata kuliah Agama”


    Nama          :Imam Kusdiantoro P
NIM            :151210014
Prodi           :S1
Jurusan        :Farmasi
STIKES BCM Pangkalan Bun


Kata Penghantar

Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat dan kasih sayang- Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah dilimpahkan kepada junjungan seluruh alam, Nabiyyana Wanabiyyana Muhammad SAW. Kepada keluarganya sahabatnya dan mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya diakhir zaman. Amiiin.
Meskipun penulis berusaha dengan semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan ataupun kesalahan. Oleh karena itu kepada pembaca dimohon kiranya untuk memberikan arahan dan masukan yang lebih baik dan bermanfaat untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiiin.




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkembangan dunia yang semakin maju, peradaban manusia tampil gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, persoalan-persoalan norma dan hokum kemasyarakatan dunia bisa bergeser, sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang bersangkutan. Didalam masyarakat modern seperti dibarat, kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan yang tinggi, sehingga berdasarkan itu, suatu produk hukum yang baru dibuat.
Dari sini dapat digambarkan bahwa apabila terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, maka interfretasi terhadap hukum pun bisa berubah. Masalah euthanasia telah lama dipertimbangkan oleh beberapa kalangan. Mengenai pembahasan euthanasia ini masih terus di perdebatkan, terutama ketika masalahnya dikaitkan dengan pertanyaan bahwa menentukan mati itu hak sapa, dan dari sudut mana ia dilihat. Dengan adanya makalah ini, kami berharap dapat mengungkapkan suatu pandangan konprehensif mengenai euthanasia menurut hukum menurut 5 agama.
B.  Rumusan Masalah
1. Apa itu euthanasia?
2. Bagaimana euthanasia menurut agama Islam?
3. Bagaimana euthanasia menurut agama Hindhu?
4. Bagaimana euthanasia menurut agama Budha?
5. Bagaimana euthanasia menurut agama Kristen Katolik?
6. Bagaimana euthanasia menurut agama Kisten Protestan?
7. Apa contoh kasus nyata euthanasia ?
C.    Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa itu euthanasia?
2. Untuk mengetahui Bagaimana euthanasia menurut agama Islam?
3. Untuk mengetahui Bagaimana euthanasia menurut agama Hindhu?
4. Untuk mengetahui Bagaimana euthanasia menurut agama Budha?
5. Untuk mengetahui Bagaimana euthanasia menurut agama Kristen Katolik?
6. Untuk mengetahui Bagaimana euthanasia menurut agama Kisten Protestan?
7. Untuk mengetahui contoh kasus nyata euthanasia




BAB II
PEMBAHAAN

Mesin eutanasia yang digunakan untuk menyuntikkan obat-obatan mematikan dalam dosis tinggi. Layar komputer jinjing memandu pengguna melalui beberapa tahapan dan pertanyaan guna memastikan bahwa sipengguna telah benar-benar siap untuk dalam keputusannya tersebut. Suntikan terakhir kemudian dilakukan dengan bantuan mesin yang diatur dari komputer.

A.  Pengertian Euthanasia

- Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.


- euthanasia merupakan tindakan penghentian kehidupan manusia baik dengan cara menyuntikkan zat tertentu atau dengan meminum pil atau dengan cara lainnya. Tindakan ini muncul akibat terjadinya penderitaan yang berkepanjangan dari pasien. Di beberapa negara eropa dan sebagian Amerika Serikat, tindakan euthanasia ini telah mendapat izin dan legalitas negara. Pada umumnya mereka beranggapan bahwa menentukan hidup dan mati seseorang adalah hak asasi yang harus dijunjung tinggi.

- Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:
1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.
2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang.
3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri & keluarganya.

- Menurut Philo (50-20 SM) Euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceaserum mengatakan bahwa Euthanasia “mati cepat tanpa derita”. Sejak abad 19 terminologi euthanasia dipakai untuk penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter.


B.  Macam euthanasia
Ada dua macam euthanasia:

1. Aktif
Euthanasia aktif artinya mengambil kehidupan seseorang untuk mengurangi penderitaannya. Ada aspek kesengajaan mematikan orang tersebut, misalnya dengan menyuntikkan zat kimia tertentu untuk mempercepat proses kematiannya.



2. Pasif
Euthanasia pasif artinya membiarkan si sakit mati secara alamiah tanpa bantuan alat bantu seperti pemberian obat, makanan, atau alat bantu buatan. Euthanasia pasif, membiarkan kematian. Euthanasia pasif biasanya dibedakan atas euthanasia pasif alamiah dengan bukan alamiah. Euthanasia pasif alamiah berarti menghentikan pemberian penunjang hidup alamiah seperti makanan, minuman dan udara. Sedangkan euthanasia pasif bukan alamiah berarti menghentikan penggunaan alat bantu mekanik buatan misalnya mencabut respirator (alat bantu pernapasan) atau organ-organ buatan. Euthanasia pasif alamiah sama dengan pembunuhan sebab dengan sengaja membiarkan si sakit mati tanpa makan-minum (membunuh pelan-pelan). Sedangkan mencabut alat bantu yang mungkin hanya berfungsi memperpanjang ‘penderitaan’ tidak sama dengan membunuh sebab memang si sakit tidak sengaja dimatikan melainkan dibiarkan mati secara alamiah.

1. Auto euthanasia,
            Seorang pasien menolak secara tegas dengan sadar untuk menerima perawatan medis & dia mengetahui bahwa hal ini akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Auto euthanasia pada dasarnya adalah euthanasia pasif atas permintaan.
Selain itu, euthanasia bisa juga dibedakan atas euthanasia voluter dan euthanasia non-voluter. Yang pertama berarti si sakit menghendaki dan meminta sendiri dan mengetahui kematiannya. Maka euthanasia voluter sering disamakan dengan bunuh diri, sedangkan euthanasia non-voluter sering disamakan dengan pembunuhan.

- Voluntary euthanasia: Permohonan diajukan pasien karena, misalnya gangguan atau penyakit jasmani yang dapat mengakibatkan kematian segera yang keadaannya diperburuk oleh keadaan fisik & jiwa yang tidak menunjang.

- Involuntary euthanasia: Keinginan yang diajukan pasien untuk mati tidak dapat dilakukan karena, misalnya seseorang yang menderita sindroma Tay Sachs. Keputusan atau keinginan untuk mati berada pada pihak orang tua atau yang bertanggung jawab.

1. Sejarah Euthanasia
a. Asal-usul kata eutanasia
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunaniyaitu “eu” (= baik) and “thanatos” (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti “kematian yang baik”. Hippokrates pertama kali menggunakan istilah “eutanasia” ini pada “sumpah Hippokrates” yang ditulis pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: “Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu”.
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat “bunuh diri” ataupun “membantu pelaksanaan bunuh diri” tidak diperbolehkan.
b. Eutanasia dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Serikat dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.
2. Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?
Hukum Euthanasia dalam syariah islam dapat di jawab menurut macamnya, yakni :
a. Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri.
b. Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH Ma’ruf Amin ( Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ) mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
Kondisi pasif tersebut, dimana seseorang yang tergantung oleh alat penunjang kehidupan tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh orang lain atau pasien lain yang memiliki tingkat peluang hidupnya lebih besar, dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Sedangkan, kondisi aktif adalah kondisi orang yang tidak akan mati bila hanya dicabut alat medis perawatan, tetapi memang harus dimatikan.
Mengenai dalil atau dasar fatwa MUI tentang pelarangan “euthanasia”, dia menjelaskan dalilnya secara umum yaitu tindakan membunuh orang dan karena faktor keputusasaan yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Dia mengungkapkan, dasar pelarangan euthanasia memang tidak terdapat secara spesifik dalam Al Quran maupun Sunnah Nabi. “Hak untuk mematikan seseorang ada pada Allah SWT,” ujarnya menambahkan.
3. Hubungan Eutahanasia dengan Jarimah
Tindakan euthanasia dalam hukum Islam belum ada kejelasan dalam hal pengkategorian tindakan pembunuhan yang merupakan suatu jarimah.
Sebagaimana diketahui bahwa suatu perbuatan dapat digolongkan sebagai suatu jarimah apabila memenuhi unsur-unsur jarimah. Dalam hukum pidana Islam dikenal dua unsur jarimah yaitu jarimah umum dan khusus. Yang dimaksud dengan unsur- unsur umum yaitu unsur-unsur yang terdapat pada setiap jarimah, sedangkan unsur khusus adalah unsur yang hanya ada pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah yang lain.
Pendapat demikian didasarkan atas pertimbangan karena perbuatan itu telah memenuhi syaratsyarat untuk dapat dilaksanakan dalam qishash, antara lain:
1. Pembunuhan adalah orang yang baligh, sehat, dan berakal
2. Ada kesengajaan membunuh
3. Ikhtiyar (bebas dari paksaan)
4. Pembunuh bukan anggota keluarga korban
5. Jarimah dilakukan secara langsung.


4. Euthanasia Menurut Agama Kristen Katolik
Gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral Gereja mengenai euthanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII tidak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan euthanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, Paus Yohanes Paulus II prihatin dengan semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam ensiklik “Evangelium Vitae” (No. 64) memperingatkan kita agar melawan “gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian’. Katekismus Gereja Katolik (No 2276-2279) memberikan ikhtisar penjelasan ajaran Gereja Katolik. Mengenai masalah ini, prinsip-prinsip berikut mengikat secara moral: Pertama, Gereja Katolik berpegang teguh bahwa baik martabat setiap individu maupun anugerah hidup adalah kudus. Kedua, setiap orang terikat untuk melewatkan hidupnya sesuai rencana Allah dan dengan keterbukaan terhadap kehendak-Nya, dengan menaruh pengharapan akan kepenuhan hidup di surga. Ketiga, dengan sengaja mengakhiri hidup sendiri adalah bunuh diri dan merupakan penolakan terhadap rencana Allah.

                Sebagai contoh ada orang yang menghadapi ajal karena prostrate yang telah menjalar ke
seluruh tubuhnya. Terakhir kali saya menjenguknya di rumah sakit, ia telah dalam keadaan koma. ia makan lewat selang makanan dan bernapas lewat respirator. Ia mengalami gagal ginjal pula. Para dokter menyampaikan kepada keluarga bahwa tak ada lagi yang dapat mereka lakukan dan bahwa situasinya tak dapat berubah. Hingga tahap itu, teknologi medis tak dapat memberikan pengharapan kesembuhan atau manfaat, melainkan hanya sekedar menunda proses kematian. Keluarga memutuskan untuk menghentikan respirator, yang sekarang telah menjadi sarana luar biasa, dan beberapa menit kemudian oaring tersebut pun pergi menjumpai Tuhan-nya. Tindakan ini secara moral dibenarkan dan dibedakan dari tindakan mengakhiri hidup secara sengaja.
5. Euthanasia Menurut Agama Kristen Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :
• Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : ” penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut”.
• Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah “bunuh diri” dan “pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut “kekudusan kehidupan” sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.

6. Contoh Kasus Nyata euthanasia
Kasus Ny Agian, RS Telah Lakukan Euthanasia Pasif
Muhammad Atqa – detikNews
Jakarta – Masih ingat Ny Agian yang karena lama tidak sadarkan diri dari sakitnya membuat sang suami minta agar RS menyuntik mati saja (euthanasia), tapi ditolak? Menurut dr Marius Widjajarta, apa yang dilakukan RS terhadap Ny Agian sudah masuk kategori euthanasia pasif. “Sebenarnya pihak RS sudah melaksanakan euthanasia pasif. Kalau orang yang tidak punya uang dan membuat suatu pernyataan tidak mau dirawat, itu sudah merupakan euthanasia pasif meskipun euthanasia dapat diancam hingga 12 tahun penjara,” kata Marius dari Yayasan Konsumen Kesehatan Indonesia menjawab pertanyaan wartawan. Seperti diketahui, Ny Agian Isna Nauli (33) hingga kini dirawat di bagian stroke RSCM, Jakarta, setelah berbulan-bulan tidak sadarkan diri pasca melahirkan. Karena ketiadaan ongkos, suaminya (Hassan Kusuma) meminta RSCM menyuntik mati istrinya karena dirasa tidak ada harapan hidup normal kembal



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

- Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang berarti indah, bagus, terhormat atau gracefully and with dignity, dan thanatos yang berarti mati. Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Jadi sebenarnya secara harfiah, euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang.
- Euthanasia menurut Agama Islam
Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter.
Euthanasia dalam keadaan aktif maupun dalam keadaan pasif, menurut fatwa MUI, tidak diperkenankan karena berarti melakukan pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Lebih lanjut, KH Ma’ruf Amin ( Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ) mengatakan, euthanasia boleh dilakukan dalam kondisi pasif yang sangat khusus.
- Euthanasia menurut Agama Hindu
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan “karma” nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal
- Euthanasia menurut Agama Buddha
Euthanasia atau mercy killing baik yang aktif atau pasif tidak dibenarkan dalam agama Buddha karena perbuatan membunuh atau mengakhiri kehidupan seseorang ini, walaupun dengan alasan kasih sayang, tetap melanggar sila pertama dari Pancasila Buddhis. Perbuatan membunuh atau mengakhiri hidup seseorang ini sesungguhnya tidak mungkin dapat dilakukan dengan kasih sayang atau karuna.
- Euthanasia menurut Agama Kristen Katolik
Para Uskup Gereja Katolik mengukuhkan bahwa eutanasia itu pelanggaran berat hukum Allah, karena berarti pembunuhan manusia yang disengaja dan dari sudut moril tidak dapat diterima” (Evangelium Vitae, No. 65).
- Euthanasia menurut Agama Kristen Protestan
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :





DAFTAR PUSTAKA

Http://id.wikipedia.org/wiki/euthanasia
http://www.forumbebas.com/thread-135792.html

file:///C:/Users/Collection/Downloads/makalah%20agama.html

0 Response to "Pandangan Agama Terhadap Euthanasia"

Post a Comment

Buku Tamu