Di postingan sebelumnya saya telah poskan rukun berwudu
kali ini akan saya posting "HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU"
untuk lebih jelasnya silahkan anda baca sendiri....
1. Kencing dan Kotoran yang keluar bukan dari tempat yang biasa.
Kaum Muslimin sepakat bahwa keluarnya kencing dan kotoran dari dua jalan (qubul dan dubur), serta angin dari tempat yang biasa (dubur) dapat membatalkan wudhu.[1]
Menurut mazhab Syafi’i, bila kotoran tersebut keluar dari bawah perut besar, maka membatalkan wudhu, namun bila keluar dari atas perut besar, maka tidak membatalkan.
Al-Nawawi dalam minhaj menukil dari pendapat Syafi’i bahwa bila tempat keluar kotoran (dubur) tertutup atau tersumbat, namun dibawah perut besarnya dibuat lubang, lalu kotoran tersebut terbiasa keluar dari tempat itu, maka membatalkan wudhu. Tetapi bila yang dibuat lubang di atas perut besarnya, dan lubang duburnya tertutup, maka tidak membatalkan wudhu.
Dan yang dimaksud tertutup (tidak terdapat lubang) adalah bila hal itu karena sebab tertentu,tetapi jika duburnya tertutup karena merupakan pembawaan sejak lahir, maka kedua bentuk tersebut tetap membatalkan wudhu. Ini berdasarkan firman Allah Swt:
Atau kembali dari tempat buang air besar…(al-maidah:6)
Buang air adalah hadas yang khusus, tidak dibedakan apakah ia keluar dari tempat yang biasa atau tidak, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan imam al-ridha,
“Tiga hal yang dapat membatalkan wudhu yaitu tinja, kencing, dan angin (kentut).”
2. Keluarnya ulat dan batu kecil dari dua jalan (qubul dan dubur).
Menurut mazhab Hanafi, Hambali, Dan Safi’i itu membatalkan wudhu. Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Rabi’ah, jika ulat tumbuh dan besar didalam perut, maka tidak membatalkan, tapi kalau tidak tumbuh didalamnya, seperti orang yang sengaja menelan batu kecil, lalu batu tersebut keluar dari tempat biasa (anus), maka ia dapat membatalkan wudhu. Sementara menurut mazhab imamiyah tidak membatalkan wudhu, kecuali bila keluarnya bercampur dengan kotoran.
3. Muntah
Menurut mazhab Hambali dapat membatalkan wudhu secara mutlak. Menurut mazhab Hanafi dapat membatalkan wudhu jika muntah tersebut sampai memenuhi mulut. Menurut mazhab Syafi’i dan Maliki muntah tidak membatalkan wudhu. Sedangkan menurut mazhabImamiyah tidak membatalkan wudhu dan muntah itu suci.
4. Darah dan nanah yang keluar dari tubuh bukan dari dua jalan (qubul dan dubur)
Menurut mazhab Hanafi, hal tersebut dapat membatalkan wudhu jika sampai mengalir dari tempat keluarnya. Menurut mazhab Hambali, dapat membatalkan wudhu jika darah dan nanah yang keluar itu banyak.
Sedangkan menurut mazhab Imamiyah, maliki, dan Syafi’i, tidak membatalkan wudhu, baik banyak atau sedikit, mengalir dari tempat keluarnya atau tidak.
5. Hilang Akal
Hilang akal karena mabuk, gila, pingsan, atau naik pitam, maka menurut kesepakatan semua ulama, ia dapat, membatalkan wudhu.
6. Tidur
Menurut mazhab Imamiyah, tidur yang dapat membatalkan wudhu adalah bila pada saat tidur, hati, indera pendengaran dan penglihatan tidak berfungsi sehingga tak dapat mendengar dan memahami pembicaraan orang-orang yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini tidak dibedakan apakah tidur dalam keadaan duduk, terlentang, maupun berdiri. Pendapat tersebut hampir sama dengan pendapat mazhab Hambali. Tetapi al-Nawawi dalam dalam syarh shahih muslim, jil. Iv, hal. 73, meriwayatkan ahmad bin Hambal bahwa yang membatalkan wudhu adalah tidur dalam keadaan ruku dan sujud.
Mazhab Maliki membedakan antara tidur ringan dengan tidur berat. Kalau tidur ringan, tidak membatalkan wudhu, begitu pula kalau tidur berat dan waktunya hanya sebentar, serta lubang anusnya tertutup. Tetapi kalau tidur berat dan waktunya lama, maka membatalkan wudhu, baik lubang anusnya tertutup maupun terbuka.
Menurut Mazhab Hanafi, bila orang yang mempunyai wudhu itu tidur dengan miring, terlentang atau tertelungkup dan bertumpu pada salah satu pahanya, maka wudhunya batal. Tapi kalau tidur duduk, berdiri, ruku’, atau sujud, maka wudhunya tidak batal. Barangsiapa yang tidur pada waktu sholat dan keadaannya tetap dalam posisi seperti sholat, maka wudhunya tidak batal, walaupun tidurnya sampai lama.[2]
Menurut mazhab Syafi’i bila anusnya tetap menempel ditempat duduknya seperti mulut botol yang tertutup, maka tidur yang demikian itu tidak membatalkan wudhu, tapi bila tidak dalam posisi yang seperti itu, maka wudhunya batal. Begitu pula bila sekedar mengantuk, juga tidak membatalkan wudhu.
7. Madzi dan Wadzi
عَنْ عَليِّ بْنِ أَبِي طَا لِبٍ رَضِيَ الّلهُ عَنْهِ قَالَ: كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً فَأَ مَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ اْلأَسْوَدِ أَنْ يَسْأَلَ النَّبِيَّ صعم فَسَأَ لُهُ فَقَالَ فِيْهِ الْوُضُوءُ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِلْبُخَرِيِّ )
Artinya : Ali bin Abi Thalib ra. berkata : “Aku adalah seorang laki-laki yang sering mengeluarkan madzi, maka aku suruh Miqdad untuk menanyakan hal itu kepada Nabi saw. dan bertanyalah ia kepada beliau Nabi saw. menjawab : “dalam masalah itu wajib berwudhu.” (Muttafaqun ‘Alaihi, lafadznya menurut riwayat Bukhari)[3]
Menurut mazab Imamiyah, hal tersebut tidak membatalkan wudhu, begitu pula pakaian yang terkena olehnya, juga tidak perlu dibasuh.
Sedangkan menurut madzab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, keduanya membatalkan wudhu, dan pakaian yang terkena harus di basuh. Hanya saja mahzab maliki memberikan pengecualian bagi orang-orang yang selalu keluar madzi, maka orang seperti itu tidak diwajibkan berwudhu lagi. Demikian pula mazhab Hanafi, membedakan antara madzi dan wadzi dari binatang yang dagingnya halal dimakan adalah najis, sedangkan dari binatang yang dagingnya haram dimakan adalah suci.
8. Menyentuh
Menurut mazhab imamiyah, menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu, baik menyentuh secara langsung maupun tidak, menyentuh mahram atau bukan mahram, dengan tangan ataupun dengan anggota tubuh lain, disertai syahwat ataupun tidak.
Menurut mazhab Syafi’i bila orang yang berwudhu menyentuh wanita asing (bukan mahram) tanpa ada penghalang, maka dapat membatalkan wudhu, baik itu syahwat atau tidak, dengan tangan ataupun dengan anggota tubuh lain, disengaja atau lupa. Bila wanita tersebut mahram, seperti saudara perempuan atau ibunya, maka tidak membatalkan wudhu.
Menurut mazhab Hanafi, bersentuhan tidak membatalkan wudhu, kecuali bila sentuhan tersebut dapat menimbulkan ereksi pada kemaluan.
Menurut mazhab Maliki, bila menyentuh dengan syahwat, maka dapat membatalkan, namun bila tidak, maka tidak membatalkan. Ada hadits yang diriwayatkan oleh mereka, yang membedakan antara menyentuh dengan telapak tangan. Yakni, jika ia menyentuh dengan telapak (bagian depan), maka membatalkan wudhu, tapi jika menyentuh dengan belakangnya, tidak membatalkan wudhu.[4]
9. Mani
Mani dapat membatalkan wudhu, menurut Hanafi, Maliki dan Hambali, tetapi menurut Syafi’i, tidak dapat membatalkan wudhu. Sedangkan menurut Imamiyah, mani itu hanya diwajibkan mandi bukan diwajibkan berwudhu.[5]
10. Menyentuh qubul dan dubur
Seorang yang telah berwudhu, lalu menyentuh qubul, dan duburnya tanpa penghalang, baik laki- laki maupun perempuan atau yang satu menyentuh qubul dan dubur yang lain, maka wudhunya batal.
Menurut mazhab Syafi’i, Maliki al Auzai dan Al laitsi, bila menyentuh qubul dan dubur tanpa penghalang dengan menggunakan batin bagian dalam telapak tangan, maka membatalkan wudhu, dan tidak membatalkan jika dengan punggung telapak tangan.
Dalam kifayah Alakhyar dan menurut mazhab Syafi’i menyentuh penis yang terpotong dan kemaluan yang tidak berbulu, serta tangan yang lumpuh menyentuh kemaluan membatalkan wudhu. Sedangkan mazhab Hambali tidak membedakan antara batin dan punggung telapak tangan menyentuh kemaluan dengan keduannya sama membatalkan wudhu.
Menurut mazhab Imamiyah, Hanafi, Abdullah bin Mas’ud, dan Hasan al-Bashri, jika orang yang berwudhu itu menyentuh kemaluannya tanpa ada aling-aling, baik itu laki-laki maupun perempuan, dengan batin ataupun punggung telapak tangan. Hal itu berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Zurarah bahwa Imam Ja’far al-Shadiq berkata:
“Mencium, menyentuh wanita, dan menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu.”
Qais bin Talaq meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, “ketika kami datang menemui Nabi saw, tiba-tiba ada seorang lelaki badui (dusun) datang dan berkata:
“Wahai Rasulullah, bagaimana hukumnya orang yang menyentuh zakarnya pada waktu sholat, apakah ia wajib berwudhu?” Rasulullah saw menjawab:
“Tidak, karena itu merupakan bagian dari tubuhnya”.
11. Tertawa
Menurut mazhab Hanafi,. Al-Nakha’I dan al-Sya’bi, tertawa terbahak-bahak dapat membatalkan wudhu bila dilakukan dalam shalat, tetapi diluar sholat tidak membatalkan wudhu. Dalam Multaqa al-Abhur, jil. III, hal. 234, disebutkan bahwa tertawa yang membatalkan wudhu adalah tertawa terbahak-bahak yang dilakukan dalam shalat yang ada rukuk dan sujudnya.
Sedangkan menurut mazhab Imamiyah, Syafi’i, maliki, Hambali, Jabir bin Abdullah, dan Abu Musa al-Asy’ari, tidak membatalkan wudhu, baik itu dilakukan dalam shalat maupun di luar shalat maupun di luar shalat.
12. Makan Daging Unta
Menurut mazhab Hambali, makan daging unta dapat membatalkan wudhu. Sedangkan menurut mazhab Imamiyah, Syafi’i, maliki, dan Hanafi, tidak membatalkan wudhu.
13. Darah Haid
Al’allamah Al-Hilli dalam bukunya Al-Tadzkirah menjelaskan, beliau termasuk salah seorang ulama besar ahli fiqh dari kalangan Imamiyah: Darah haid itu kalau sakit, ia wajib berwudhu, begitulah menurut pendapat ulama kami, kecuali menurut Ibnu Abi ‘Uqail. Sedangkan menurut Maliki: Bagi orang yang haid tidak diwajibkan berwudhu.
,,,,,"semoga bermanfaat",,,,,
..........thank you for visiting..........
0 Response to "HAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU"
Post a Comment